Text
Segulung Cerita Tua
Buku kumpulan cerpen yang berisi 18 cerpen karya Yanusa Nugroho. Krepa namaku. Resi, gelar yang diberikan orang kepadaku. Aku adalah seorang raja dari kerajaan Tempuru. Tentunya kau masih tak mengenaliku… ha-ha-ha. Sejarah memang hanya mencatat para pahlawan, yang sanggup menorehkan darah pada halaman kehidupan manusia. Tak apa, itulah hidup. Seperti kusebutkan tadi, aku adalah Krepa, kakak kandung Dewi Krepi yang kemudian menikah dengan Bambang Kumbayana; yang setelah peyot bernama Resi Dorna.
Nah aku yakin,begitu kusebutkan nama adik iparku itu, kau pasti segera mengenali siapa diriku, setidaknya dari orang yang terkenal satu ini. Aku sekedar ingin bercerita kepadamu bahwa sejarah hidupku telah diselewengkan banyak orang, justru karena aku dianggap tidak memiliki andil apa-apa di dalam peperangan besar itu. Mereka hanya tahu bahwa peperangan besar itu hanyalah nasib, garis kepastian yang telah ditetapkan. Puih! Bagaimana mungkin orang bisa mempercayai bahwa itu adalah garis nasib, sementara mereka berada dalam aliran kehidupan yang berisi “nasib” itu? Bagiku, itu tak lain adalah pikiran bodoh untuk menutupi ketidak-mampuan berpikir mereka. Nasib? Ha-ha-ha-ha… kau percaya itu? Kenapa tidak!
Peperangan besar adalah puncak kobaran gesekan api dendam yang disulut oleh Kurawa. Tetapi, benarkah sebenarnya Kurawa yang menyulutnya? Mungkinkah batu memercikkan api hanya ketika bergesekan dengan angin? Bagiku, Abiyasa-lah penanam benih perpecahan itu sendiri. Dialah yang menggesek-gesekkan batu kekerasan anak-anaknya sendiri dengan menyerahkan tahta Ngestinapura kepada Pandu – si pucat itu. Mengapa dia tidak menyerahkan tahta itu kepada Destarastra yang – meskipun tak pernah bisa mengetahui merahnya mawar dan putihnya melati – lebih berhak ketimbang Pandu? Siapa yang tak sakit hati merasakan haknya diserahkan begitu saja kepada orang lain, hanya karena alam menciptakan sepasang kebutaan pada matanya?
| B0005441 | 813 NUG s | Perpus PUSDAI | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain